Minggu, 19 Februari 2012
MEMBEBASKAN DIRI DARI KEBODOHAN
MEMBEBASKAN DIRI DARI KEBODOHAN
Kawan kita adalah anak seorang
buruh pabrik. Ayahnya, juga seorang buruh pabrik. Namun, ketika ia baru lulus
SMP Ayahnya di PHK tanpa pesangon. Ibunya, yang masih satu pabrik sedang
dipersiapkan untuk dirumahkan. Kenyataan ini membuatnya miris. Ia takut tidak
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Ia khawatir orang tuanya
tidak mampu membiayainya sekolah. Artinya, ia akan kehilangan masa depan. Ia
sedikit putus asa.
Kawan kita ini, untungnya
memiliki semangat ‘45’. Bagaimanapun ia harus sekolah tanpa biaya. Pemikiran
itu terus menerus memberikan dorongan sehingga menciptakan obsesi yang sulit
dihilangkan dari ingatannya. Tentu saja, hal ini membuat khwatir kedua orang
tuanya tentu diliputi kesedihan yang mendalam. Orang tuanya tahu betul anaknya
memiliki kemauan keras dan sedikit cerdas. Tetapi itu semua tidak cukup. Anak
yang paling sulung ini, juga harus melihat keadaan orang tuanya yang sebentar
lagi menjadi orang rumahan alias pengangguran karena PHK. Sementara
adik-adiknya memerlukan biaya agar bisa menyelesaikannya di SMP
swasta.
Berat memang. Tetapi hidup harus
terus berjalan. Hidup bukanlah angka-angka matematika dan rumus-rumus eksak.
Hidup adalah proses yang harus dijalani walaupun penuh belokan dan jalan
terjal. Kawan kita ini tahu persis hal itu. Ketika ia membaca sebuah novel “Perempuan
di Titik Nol” karya Nawal el – Saadawi* penulis perempuan asal Mesir yang
mengisahkan usaha seorang perempuan Mesir yang tidak mau dikalahkan
oleh hidup. Tokoh Perempuan dalam novel tersebut tidak pernah menyerah walaupun
ia harus di gantung di tiang gantung. Walaupun pada akhirnya ia harus mati di
tiang gantung karena kejahatan yang ia lakukan dengan terpaksa. Sebuah idelisme
untuk mempertahankan harga diri sebagai wanita (perempuan) dari kedzaliman dan
kekejaman laki-laki berakhir tragis.
Perempuan desa ini melakukan
usaha-usaha yang menurutnya layak ia lakukan. Mempertahankan “keperempuanannya”
dari penindasan kaum laki-laki. Berjuang menuntut hak-hak wanita atas
keputusan-keputusan kaum laki-laki yang menjadikan kaum perempuan sebagai objek
penderita yang tidak membiarkan kaum perempuan untuk berjuang sendiri dan layak
dijadikan kaum perempuan.
Inilah yang terlintas dalam
pemikiran “kawan kita”. Ia menyimpulkan bahwa perempuan harus memiliki
kecerdasan pikiran, kecerdasan emosional, dan kecerdasan religi (agama) yang
memperoleh hak-haknya dengan tidak mengenyampingkan kondratnya sebagai
perempuan.
Terlintas dalam pikiran, “harus
ada jalan keluar untuk memecahkan kebuntuan, harus ada motivasi agar bisa
sekolah, agar aku bukan perempuan bodoh yang diakali terus-menerus oleh kaum
laki-laki.” Ia ingat pada puisi yang ia tulis;
“…perempuan temukan hak-hakmu,
Di kaki langit atau kedalaman samudra
Wilayah yang memiliki keluasan untuk nafasmu..”.
“Ya, aku harus bisa. Aku bisaaaa….Teriak “kawan kita.”
Nawal El- Saadawi adalah seorang dokter bangsa Mesir. Ia terkenal di
seluruh dunia sebagai novelis dan pejuang hak-hak wanita. Dilahirkan di sebuah
desa bernama Kafr Tahla di tepi Sungai Nil. Akibat tulisan-tulisannya ia
dikeluarkan dari jabatan direktur Rumah Sakit dan Redaksi sebuah Koran Mesir.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Is the gaming industry worth losing? - CBS News
BalasHapusThe 탱글 다희 성인 방송 casino 바카라양방계산기 operator 먹튀 has said it's closing a gaming floor at all MGM Resorts properties, but that's not 슬롯추천 enough 프로즌 먹튀 money to keep the games.